Kamis, 12 Mei 2016

hakikat akidah



BAB I
PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang lurus dan benar, karena akhlak adalah buah dari  aqidah , sehingga dapat dikatakan bahwa aqidah yang rusak akan tergambar pada aklak dan tingkah laku yang buruk, atau aklak dan tingkah laku yang buruk adalah pancaran dari aqidah yang rusak pula.  Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari Akhir dan Keimanannya kepada Taqdir Allah  juga lurus dan benar.
Oleh karena begitu sangat urgennya pembahasan tentang aqidah inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang aqidah dalam kehidupan.
                                                                                                                       
 RUMUSAN MASALAH
Untuk mengkaji dan mengulas tentang aqidah dalam kehidupan, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian dan hakikat aqidah?
  2. Apa pembagian aqidah (tauhid) itu?
  3. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan dalam aqidah?
  4. Bagaimana cara menanggulangi penyimpangan dalam aqidah  ?
TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masaah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut:
  • Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
  • Untuk mengetahui pembagian aqidah (tauhid)
  • Untuk mengetahui sebab-sebab penyimpangan akidah
  • Untuk mengetahui cara-cara menanggulangi penyimpangan akidah

BAB II
PEMBAHASAN
       I.            Pengertian dan Hakikat Akidah
a.       Pengertian aqidah
 Menurut bahasa (etimology), Aqidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu اَلْعَقِيْدَةُ kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram (pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawutsiq (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat (penetapan). Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), Aqidah yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan Kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik mapun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
            Sedangkan akidah menurut istilah  secara umum yaitu keimanan yang pasti kepada Allah dan apa saja yang wajib diimani dalam hal rububiyah, uluhiyah,serta nama-nama dan sifat-sifatNYa, iman kepada para malaikat, kitab-kitab , para rasulNya, hari kiamat dan iman kepada takdir Allah yang baik ataupun yang buruk dan beriman dengan apa saja yang datang dari nash Al-Quran dan As-Sunnah yang sahih dari perkara dasar-dasar agama , hal yang berkaitan dengan perkara yang gaib yang diberitakannya, serta apa saja yang telah di sepakati oleh para salafus Sholeh.

b.      Hakekat Akidah
            Sesungguhnya seseorang akan benar akidah bila imannya lurus, sehingga itu menjadi syarat diterima atau tidaknya amal ibadahnya. Dapat  dikatakan seorang itu benar dan lurus akidahnya jika benar dan lurus keimanannya. Artinya berilmunya seseorang tentang rukun iman yang enam dan dia realisasikan dalam kehidupan, maka dapat dikatakan bahwa akidahnya sudah benar dan lurus, betu juga sebaliknya.
            Sudah menjadi hal yang tidak dapat di pungkiri bahwa iman itu dibarengi oleh keilmuan dan amaliyah.
            Dengan demikian benar apa yang disebutkan oleh Allah bahwa setiap manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman (dengan ilmu) dan beramal kebajikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran, sebagai terdapat dalam surat al-Ashr.
Sementara imam A-Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya dalam bab “Al-Ilmu qablal qaul wal amal”, (dalam pembahasan kewajiban berilmu sebelym berkata dan berbuat) artinya perintah untuk berilmu dulu baru setelah itu berkata dan berbuat.
            Ini semua menunjukkan bahwa akidah atau keyakinan seseorang adalah keimanannya itu sendiri, sehingga tidak dapat dipisahkan sebaimana dua belah mata keeping logam.
            Maka dapat disimpulkan akidah seseorang itu adalah keimanannya terhadap rukun iman; (beriman kepada Allah, MalaikatNYa, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, kepada hari Kiamat dan kepada taqdir baik dan buruk).

c.       Urgensi Akidah Sebagai Landasan Agama
Syariat terbagi dua : i`tiqadiyah dan amaliyah.
I`tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i`tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga i`tiqad terhadap  rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).
Sedangkan amaliyah adalah segala yang berhubungan  dengan tata cara amal, seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far`iyah (cabang agama), karena ia dibangun din atas i`tiqadiyah. Dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i`tiqadiyah.
Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Allah Yang Maha Mengetahui". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
16:36. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu
Pernyataan terebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu`aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah-sesudah bi`tsh-Nabi mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da`i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwa. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah, setelah itu mereka mengajak seluruh perintah agama yang lain.
    II.            Pembagian aqidah (tauhid)
Secara umum bahwa  pembagian aqidah  atau tauhid itu ada dua:
·         Tauhidullah
·         Tauhidurrasul
Adapun tauhidullah maksudnya adalah mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah serta nama-nama dan sifat-sifatNya. Sedangkan tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, artinya Allahlah yang satu-satunya Maha Pencipta seluruh alam semesta, tauhid uluhiya artinya mengesakan Allah dalam hal peribadatan, maksudnya semua dari macam ibadah wajib ditujukan dan diniatkan hanya untukNya tidak berbuat syirik. Tauhid nama dan sifatNya artinya mengesakan Allah dalam hal nama dan sifatNya, maksudnya mensucikan Allah  pada nama dan sifat yang tidak layak bagi Allah, dan tidak menyerupakanNya dengan sesuatu apapun.
Adapun tauhidurrasul maksudnya mengesakan rasulullah dalam hal ketundukan, ketaatan, kepasrahan terhadap apa saja yang dia bawa, dalam arti kita tidak butuh kepada syariat selain ajaran yang dituntunkan dan diajarkan oleh Rasulullah, sehingga kita wajib melaksanakan apa saja yang diperintahkannya dan menajauhi apa saja yang dilarangnya, membernarkan dari apa-apa yang di beritakannya baik yang berkenaan masa lalu, sedang terjadi, yang akan dating maupun yang berkaitan tentang hari kemudian serta kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang telah ia syariatkan dalam sunnah-sunnahnya.
 III.            Sebab-sebab Penyimpangan Aqidah 
            Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator ulama bagi amal yang bermanfaat.
Tanpa akidah yang benar, sesorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah akidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahami (hewani) tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekalipun bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali akidah shahihah.
            Maka kekuatan akidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada akidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana pengahncur dan alat perusak, seperti yang terjadi di Negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki akidah shahihah.
       Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang harus kita ketahui:
1.      Kebodohan terhadap aqidah shahihah. Karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga tumbuh suatau generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka menyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq.
            Sebagaimana yang yang pernah dikatakan oleh Umar..
ويروي عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه انه قال : إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة إذا نشأ في الإسلام من لا يعرف الجاهلية
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala didalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahilan”
2.                Ta`ashushub (fanatik) kepada susuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun itu benar.
Sebagaimana yang difirmankan Allah :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
2:170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?"
3.      Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya, sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu`tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari pemimpin yang sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah shahihah.
4.      Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleah Allah, baik berupa mendatangkan kemanfatan mapun menolak kemudharatan, juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan maklukkNy, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertakarrub kepada kuburan para wali tiu dengan hewan kurban, nazar, do`a, nistighatsah dan meminta  pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr".
                        Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
5.      Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur`aniyah). Disamping itu, juga  terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga  mereka mengagun-agungkan manusia serta menisbatkann seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.
6.      Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal Rasulullah telah bersabda:
4714 حدثنا القعنبي عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه كما تناتج الإبل من بهيمة جمعاء هل تحس من جدعاء قالوا يا رسول الله أفرأيت من يموت وهو صغير قال الله أعلم بما كانوا عاملين
صحيح الترمذي ( 2237 ) // صحيح الجامع ( 4560 ) ، الإرواء ( 1220 )
Sunan Abu Daud 4091: Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi dari Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuannya-lah yang menjadikan ia yahudi atau nashrani. Sebagaimana unta melahirkan anaknya yang sehat, apakah kamu melihatnya memiliki aib?" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang meninggal saat masih kecil?" Beliau menjawab: "Allah lebih tahu dengan yang mereka lakukan."
Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
7.      Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak perduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata, tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

 IV.            Cara-cara Penanggulangan Penyimpangan Aqidah Tauhid
Cara menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini :
1)    Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambil akidah shahihah. Sebagaimana para Salaf Sahlih mengambil akidah mereka dan keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa saja yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
2)    Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah Salaf, diberbagai jenjang pendidkan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi.
3)    Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus di jauhkan.
4)    Menyebar para da`I yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.



















BAB III
KESIMPULAN
Aqidah secara bahasa berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu اَلْعَقِيْدَةُ kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram (pengesahan), al-Ahkam (penguatan), al-Tawutsiq (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan dengan kuat), dan al-Itsbat (penetapan).
Aqidah secara istilah yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan Kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik mapun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Pembagian aqidah tauhid:
1)    Tauhidullah
2)     Tauhidurrasul
 Sebab-sebab penyimpangan aqidah tauhid:
1.      Kebodohan terhadap aqidah shahihah.
2.      Ta`ashushub (fanatik)
3.      Taklid buta,
4.      Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shahih.
5.      Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur`aniyah).
6.      Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya.
 Cara-cara Penanggulangi Penyimpangan Aqidah Tauhid:
1)    Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambil akidah shahihah.
2)    Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah Salaf, diberbagai jenjang pendidkan.
3)    Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelahjaran.
4)    Menyebar para da`I yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah “Kitab Tauhid” Jakarta : Darul Haq, 1998
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh,”Syarhul Aqidatil Wasithiyah” Darul Tsiriya
A415 H                                                             
Hasan Basri, Abu Ahsan Sirojuddin Lc, “Syarah Hadits Arba`in (dalam bahasa Indonesia), Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta : 2012
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, “Syrhul Arba`iin an-Nawawiyyah” Yayasan Kabajikan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar